HefLdMeicEtUwtueWBWH3PTTkGBfKDvF5ornRJYT
Bookmark

Penjelasan Tentang Sifat Qidam

Penjelasan Tentang Sifat Qidam

Qidam adalah sifat wajib bagi Allah yang kedua setelah sifat wujud. Yang wajib hukumnya menurut Syara' bagi setiap Mukallaf ( Aqil Baligh) untuk mengetahui, memahami, mengakui dan meyakininya. Qidam juga termasuk salah satu dari kelima sifat salbiyah.

Pengertian Sifat Salbiyah

Sifat Salbiyah Ialah Sifat yang meniadakan segala hal yang tidak layak bagi Allah SWT atau menafikan sifat sebaliknya. Ada 5 sifat pokok dari sekian banyak sifat salbiyah yang sudah dirumuskan oleh ulama, yakni:

  1. Sifat Qidam; Meniadakan permulaan bagi wujudnya Allah
  2. Sifat Baqo; Meniadakan akhir bagi wujudnya Allah
  3. Sifat Mukholafatu Lilhawadisi; Meniadakan serupa dengan makhluk
  4. Sifat Qiyamuhu Binafsihi; Meniadakan butuh pada yang lain
  5. Sifat Wahdaniyat; Meniadakan sekutu bagi Dzat-Nya, Sifat-Nya dan Perangai-Nya.

Sifat Qidam

Qidam artinya Terdahulu, maksudnya Tiada permulaan bagi wujudnya Allah atau tiada yang mengawali atas keberadaan Allah. Bahwasanya wujudnya Allah itu tidak didahului oleh sifat 'adam ( ketiadaan ). Berbeda dengan makhluk, yang wujudnya di awali atau diciptakan dari sperma, artinya wujudnya makhluk itu di awali atau didahului oleh ketiadaan ( yang dulunya tiada lalu ada yang membuatnya menjadi ada ).

Dalil Naqli Sifat Qidam

Alquran Surat Al- Hadiid ayat 3

Ù‡ُÙˆَ الأوَّÙ„ُ Ùˆَالآخِرُ Ùˆَالظَّاهِرُ ÙˆَالْبَاطِÙ†ُ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ بِÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ عَÙ„ِيمٌ

Artinya: “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin 1453; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Dalil Aqli Sifat Qidam

Apabila Allah tidak terbukti bersifat qidam ( Terdahulu ) maka pasti Allah bersifat hadis ( baru ), karena pada dasarnya sesuatu yang berwujud itu kalau enggak terdahulu ya terbaru, kalau enggak yang terbaru ya terdahulu, enggak ada yang lain selain itu.

Maka apabila Allah bersifat baru berarti Allah membutuhkan yang membuat-Nya atau yang menciptakan-Nya dan yang menciptakan Allah butuh sang pencipta lagi dan seterusnya tanpa ujung, Maka terjadilah Tasalsul. Dan jika rangkaian penciptaan itu berujung maka terjadilah Daur.

Pengertian Tasalsul dan Daur

1. Tasalsul (Infinite Circle)

Tasalsul adalah rangkaian kausalitas (sebab akibat) yang tidak berujung. Sebagai contoh: ANAK keberadaannya disebabkan dan bergantung kepada BAPAK IBUNYA, begitu juga BAPAK IBUNYA, mereka bergantung pada KAKEK NENEKNYA, dan begitu seterusnya. Jika rangkaian kausalitas yang bermula dari Abid ini tidak memiliki ujung atau akhir, seperti rangkaian rantai yang tidak berujung, maka kondisi seperti ini dihukumi batil (invalid) dan mustahil, karena akal kita hanya bisa menerima apabila rangkaian kausalitas ini memiliki ujung atau akhir dan tidak sebaliknya.

2. Daur (Circular Reasoning)

Daur adalah ketergantungan sesuatu (si A) kepada sesuatu (si B) dan sesuatu itu (si B) bergantung padanya (si A). Daur terbagi menjadi dua, yakni:

1) Daur Langsung (Daur Shorih)

Contoh: BAPAK sebab bagi ANAK dan ANAK sebab bagi BAPAK, maka (A) bergantung pada (B) yang mana (B) bergantung pada (A). Contoh lain: keberadaan 'ORANG TUA' adalah sebab bagi keberadaan 'ANAK', dan keberadaan 'ANAK' adalah sebab bagi keberadaan 'ORANG TUA'.

Maka Kondisi seperti ini dikatakan batil (invalid) dan mustahil. karena memang benar jika dikatakan keberadaan 'ORANG TUA' adalah sebab bagi keberadaan 'ANAK', karena merekalah yang menjadi sebab lahirnya ANAK di dunia. Tapi tidak benar jika dikatakan keberadaan 'ANAK' adalah sebab bagi keberadaan 'ORANG TUA', karena 'ANAK' tidak melahirkan 'ORANG TUA' dan keberadaan 'ANAK' tidak mendahului keberadaan 'ORANG TUA'.

2) Daur Tidak Langsung (Daur Mudhmar)

Contoh: Keberadaan 'KAKEK & NENEK' adalah sebab bagi keberadaan 'ORANG TUA', keberadaan 'ORANG TUA' adalah sebab bagi keberadaan 'ANAK', dan keberadaan 'ANAK' adalah sebab bagi keberadaan 'KAKEK & NENEK'. Dan kondisi ini dihukumi batil (invalid) dan mustahil dengan alasan yang sama dengan penjelasan pada daur langsung (daur sharih).

Kesimpulan

Apabila Allah bukan yang terdahulu, berarti Allah yang terbaru. Sedangkan jika Allah adalah yang terbaru, maka Allah pasti butuh kepada pencipta, maka terjadilah Tasalsul dan Daur. Sedangkan keduanya itu mustahil, seperti yang sudah saya jelaskan.

Alhasil, dalil-dalil yang membuktikan bahwa mustahilnya Allah bersifat hudus ( Baru ) itu menetapkan bahwa Allah bersifat Qidam. Dan jika Allah wajib bersifat Qidam maka mustahil Allah bersifat Hudus, yang mana Hudus ( Baru ) itu merupakan lawannya sifat Qidam ( Terdahulu ).

Referensi

  1. Kitab Fathul Majid
  2. Kitab Hudhudi

Post a Comment

Post a Comment