HefLdMeicEtUwtueWBWH3PTTkGBfKDvF5ornRJYT
Bookmark

5 Ketentuan Mengenai Puasa Ramadhan Yang Harus Diketahui

Assalamualaikum ....

5 Ketentuan Mengenai Puasa Ramadhan Yang Harus Diketahui

Bidayatul Hidayah - Mengutip dari Kitab Safinah karangan Syekh Salim bin Abdulloh, jika salah satu dari 5 ketentuan ini terpenuhi, maka saat itu juga puasa ramadhan keesokan harinya wajib dikerjakan.

Apa saja 5 ketentuan itu ?

1. Sempurnanya bulan Sya'ban

Jika bilangan bulan Sya'ban sudah genap 30 hari, maka sudah dipastikan keesokan harinya adalah tanggal 1 Bulan Ramadhan. Karena perhitungan Bulan Hijriyah antara 29 dan 30 hari.

2. Terlihat nya Hilal

Nabi Muhammad SAW Bersabda

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِيْنَ يَوْمًا

Berpuasalah kalian setelah terlihatnya hilal ( Bulan Ramadhan ), dan berbukalah ( Berlebaran ) kalian setelah terlihatnya hilal ( Bulan Syawal ). Jika hilal tidak terlihat ( karena tertutup mendung ) maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya'ban menjadi 30 hari.

Oleh karena itu, siapa saja yang melihat hilal Ramadhan secara langsung dengan mata kepalanya sendiri, walaupun itu orang yang fasiq, maka wajib bagi orang tersebut untuk berpuasa keesokan harinya.

3. Ketetapan Pemerintah

Bagi orang yang tidak melihat hilal secara langsung, maka ketetapan awal puasa Ramadhan ditentukan oleh kesaksian salah seorang yang adil. Dalil bahwa cukup hanya dengan kasaksian satu orang yang adil adalah Sabda Rasulullah SAW

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَخْبَْرتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنّيِ رَأَيْتُ اْلهِلَالَ فَصَامَ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

Dari Ibnu Umar R.A Aku mengabarkan kepada Rasulullah SAW bahwa sesungguhnya aku melihat hilal, kemudian Rasulullah berpuasa dan memerintahkan kepada para sahabatnya untuk berpuasa.

Dari Hadis diatas Syekh Nawawi berkomentar bahwa tidaklah cukup hanya dengan kesaksian seorang yang adil, tetapi harus ada persetujuan atau ketetapan dari pemerintah. Seperti yang tertera dalam Syarah Kitab Safinah

وَلَابُدَّ مِنْ حُكْمِ اْلحَاكِمِ بِهِ فَلَايَكْفِيْ مُجَرَّدُ شَهَادَةِ اْلعَدْلِ

Tidaklah cukup hanya dengan kesaksian orang yang adil, namun harus dari keputusan atau ketetapan pemerintah.

Oleh karena itu, disini disebutkan Ketetapan Pemerintah.

4. Kabar dari seorang yang adil

Disini ada 2 kriteria

  • Yang pertama, jika riwayat kehidupan pemberi kabar adalah orang yang dapat dipercaya atau orang yang jujur, mau diyakini atau tidak kabar masuknya bulan ramadhan, maka wajiblah bagi orang yang menerima kabar untuk berpuasa.
  • Yang kedua, jika si pemberi kabar bukanlah orang yang jujur, tetapi yang menerima kabar meyakini akan masuknya bulan ramadhan, maka wajiblah untuknya berpuasa.

5. Dzon ( perkiraan ) dengan Ijtihad ( Keyakinan )

Yang kelima ini dikhususkan untuk orang yang samar akan masuknya bulan ramadhan, seperti orang-orang yang ditahan atau di penjara didaerah orang-orang kafir. Maka diperbolehkan baginya untuk memperkirakan masuknya bulan ramadhan dengan keyakinan. Syekh Imam Al-Bajury mengatakan

فَلَوِ اشْتَبَهَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ بِغَيْرِهِ لِنَحْوِ حَبْسٍ إِجْتَهَدَ، فَإِنْ ظَنَّ دُخُوْلُهُ بِاْلإِجْتِهَادِ صَامَ، فَإِنْ وَقَعَ فَأَدَاءٌ، وَإِلَّا فَإِنْ كَانَ بَعْدَهُ فَقَضَاءٌ، وَإِنْ كَانَ قَبْلَهُ وَقَعَ لَهُ نَفْلًا، وَصَامَهُ فِيْ وَقْتِهِ إِنْ أَدْرَكَهُ وَإِلَّا فَقَضَاءٌ

Jika bulan ramadhan samar baginya, seperti orang-orang yang di tahan di daerah non muslim, kemudian dia berkeyakinan. Dan dia berkeyakinan memang bahwa saat ini adalah bulan ramadhan, lalu dia berpuasa dengan keyakinannya itu. Maka apabila keyakinannya itu kebetulan sesuai dengan kenyataan, maka otomatis puasanya terhitung adaan ( أَدَاءً ) karena memang perkiraannya tepat. Tetapi apabila keyakinannya itu tidak sesuai maka ada 3 jawaban
  • Jika keyakinannya malah bertepatan dengan bulan setelahnya ( Syawal atau lainnya ), maka puasanya terhitung sebagai pengganti puasa ramadhan ( قَضَاءً )
  • Jika keyakinannya malah bertepatan dengan bulan sebelumnya ( Sya'ban atau lainnya ), maka puasanya terhitung puasa sunnah, dan
  • Jika ia berpuasa pada waktunya, berarti puasanya أَدَاءً, tetapi jika tidak berarti puasanya قَضَاءً
Mungkin itu saja yang bisa saya jelaskan, kurang lebihnya mohon maaf, dan jika ada kesalahan atau kekeliruan silahkan hubungi saya melalui kontak.

Terimakasih sudah berkunjung semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum ......

Post a Comment

Post a Comment